Dari Coolbox hingga Kurangnya SDM, Penghambat Kendali Rabies di Flores

Dari Coolbox hingga Kurangnya SDM, Penghambat Kendali Rabies di Flores

Rahma Lillahi Sativa - detikHealth
Kamis, 01 Sep 2016 08:01 WIB
Dari Coolbox hingga Kurangnya SDM, Penghambat Kendali Rabies di Flores
Foto ilustrasi: Grandyos Zafna
Labuan Bajo - Secara geografis, Nusa Tenggara Timur terdiri atas banyak pulau dengan medan yang berat, sebab didominasi oleh bukit dan gunung-gunung. Tak pelak kondisi ini menimbulkan masalah tersendiri dalam penanganan rabies di wilayah ini.

Salah satunya ketika seseorang terjangkit rabies karena gigitan hewan peliharaan ataupun liar. Rabies merupakan penyakit yang harus didiagnosis dan direspons dengan cepat.

Namun karena sulitnya medan yang ditempuh, dan jauhnya jarak antara satu tempat dengan tempat yang lain membuat proses pengiriman sampel pasien tidak selancar seperti yang diharapkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Lab yang bisa mendiagnosis dengan cepat adanya di Kupang atau nggak mereka harus kirim ke Bali," ungkap drh Muhammad Syibli, Kepala Sub Direktorat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Hewan Kementerian Pertanian.

Pernyataan ini disampaikannya dalam Lokakarya Evaluasi dan Keberlanjutan Program Pengendalian Rabies di Pulau Flores dan Lembata, di La Prima Hotel, Labuan Bajo, Selasa (30/8/2016).

Kurangnya pasokan listrik di Flores dan Lembata juga diakui Syibli ikut menghambat proses penyimpanan vaksin, ditambah kurangnya jumlah coolbox untuk menyimpan vaksin ketika distribusi dilakukan.

Baca juga: Di NTT, Paroki Pegang Peran Penting dalam Vaksinasi Rabies

Diamini Kepala Dinas Peternakan Provinsi NTT, Danny Suhadi, persoalan mendasar terkait penanganan rabies di wilayahnya memang tidak jauh-jauh dari konfigurasi wilayah dan sebaran pemukiman, termasuk sebaran hewan peliharaan yang ada.

Di sisi lain, Danny juga menyadari kurangnya vaksinator dan tenaga pendukung lainnya untuk melancarkan distribusi vaksin. Bahkan di kabupaten yang peralatannya sudah memadai, kapasitas SDM-nya sendiri masih belum mencukupi.

"Kami mencoba memetakan sebaran pemukiman karena itu juga berkaitan dengan sebaran hewannya, kemudian menentukan titik-titik distribusi tambahan demi menambah kecepatan responsnya," jelasnya dalam kesempatan yang sama.

Danny menambahkan, kasus rabies di NTT memang hanya terpusat di Flores dan Lembata saja, sedangkan di pulau-pulau kecil lainnya seperti Pulau Timor, Rote, Sabu, Alor dan Sumba tidak ditemukan kasus sama sekali.

Ini karena lalu lintas hewan antara Flores dan Lembata dengan feri begitu tinggi. Untuk itu, pihaknya juga getol melakukan pengawasan agar kepadatan lalu lintas ini bisa dikurangi, termasuk untuk hewan-hewan yang didatangkan dari Bali.

Baca juga: Begini Tantangan Mengendalikan Rabies di Nusa Tenggara Timur (lll/vit)

Berita Terkait